Aksi

Aksi
NTB

Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi

Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi

Senin, 07 Maret 2011

Persatuan Rakyat (PR) NTB Gedor Mapolda NTB

Puluhan Massa aksi yang tergabung dalam PR NTB mulai jam 10 start dari LARD yang tergabung antara lain (Lembaga Advokasi Rakyat untuk Demokrasi(LARD),Partai Rakyat Demokratik (PRD), Study Demokrasi Kebangsaan (SDK), Federasi Serikat Nelayan Tani Buruh (FS NTB) Indonesia, Kajian Muda Sumbawa Barat (Kamus – B), Forum Komunikasi Pemuda Pelajar Mahasiswa Sumbawa (FKPPMS), Gerakan Pemuda Mahsiswa Sumbawa Selatan (GPMSS),Mataram Care Society (MCS) pukul 11.30, menuju depan kampus ikip menunggu beberapa massa aksi kemudian sekitar jam 10.45 datang kawan dari SDK kemudian naik motor dan jam 10.50 bergerak ke Mapolda NTB dengan konfoi sepeda motor sekitar 16 SPM, samapai polda NTB jam 11.00. Kemudin iwan purniawan dari PRD sebagai koorlap menyerukan berbaris dan memerintahkan salah satu peserta aksi membagi selebaran dan bergerak ke kantor polda NTB sekitar jam 11.10. orasi pertama diberikan kepada perwakilan dari GERAK NTB andra ashadi yang juga ketua LMND NTB menegaskan POLRI gagal mereformasi diri, orasi dilanjutkan oleh iwan harianto, SH dari LARD mataram yang menyerukan polda NTB mendesak masalah itu apabila polda tidak mampu maka mendesak polri memecat kapolda NTB, sementara koordum ahmad rifai melakukan negosiasi dg pihak kapolda sehingga disepakati 4 perwakilan yang masuk dan diterima oleh Wadir Bareskrim polda NTB diantaranya dari PRD Ahmad Rifai, SDK Viken Madrid, MSC Taufik, LARD lahmuddin, 4 perwakilam masuk mapolda NTB tapi tejadi perdebatan tepatnya di depan ruang direktur bareskrim soal jumlah perwakilan yang masuk yang awalnya 4 di ciutkan menjadi 2 sehingga disepakati yang masuk perwakilan adalah PRD dan SDK dan dari kepolisin yaitu Kabag. Analis polda NTB dan Wadir bareskrim Mapolda NTB dengan beberapa wartawan kepolisian serta intelijen dari polresta mataram, polda NTB dan dari TNI, setelah bertemu pertemuan dibuka kabag analis polda NTB yang memberikan kesepakatan kepada 2 orang utusan untuk memberikan pemaparan tentang tuntutan yag disampaikan oleh PRD NTB yang intinya menegagaskan :
1. Pihak kepolisian melepaskan 5 warga yang ditahan polretsa bima
2. Menghentikan teror intimidasi dan pejemputah paksa pada warga dan gerakan pro demokratik di Bima
Kemudian dari SDK Madrid Viken menegaskan :
1. Menegaskan kepolisisan lebih cermat meneliti persoalan di Bima dimana adanya exploitasi tambang yang meresahkan warga.
Kemudian pihak polda mengklarifikasi :
1. Tidak melakukan tindakan intimidasi yang ada hanyalah mejemput warga yang sudah dipanggil 2x untuk diminta keterangannya tapi tidak hadir sehingga kepolisian menjemput warga tersebut dan mengajak 2 perwakilan PR NTB yaitu : Sepakat menegakkan supremasi hukum, dari PRD menegaskan dengan memberikan pertanyaan kabag analis atas nama siapa warga yang dipanggil oleh kepolisian sehingga kami bisa kroscek dilapanagan, pihak kapolda NTB tidak bisa menjelakan itu, nanti akan di pertanyakan anak buahnya. Dalam pertemuan itu menemukan kata sepkat sama-sama bertemu dilapangan dan sama-sama melakukan analisa dalam rangka ,menegakkan supremasi hukum dan pertemuan berakhir.
selain itu menurut Kordum aksi Ahmad Riva'i ,SH bahwa
Beberapa Minggu kemarin Nusa Tenggara Barat di kejutkan dengan tindakan aparat Kepolisian yang menembaki aksi warga Lambu, Sape, dan Langgudu Bima pada 10 Februari 2011, yang menuntut pencabutan SK nomor 188/45/357/004/2010 tentang pemberian izin eksplorasi tambang kepada PT. Sumber Mineral Nusantara, seluas 24.980 H dan PT. Indo Mineral Cipta Persada seluas 14.318 Ha
Tidak hanya sampai disitu berselang berapa hari kemudian Kejadian serupa juga terulang kembali dimana warga Kecamatan Perado yang selama ini menolak operasi perusahaan tambang emas PT. Valey Sumbawa Mining tepatnya pada tanggal 24 Februari 2011 warga Perado mendapatkan informasi bahwa salah seorang warga atasnama Ahmadin yang ikut serta pada unjukrasa menolak operasi PT. Valey Sumbawa Mining pada tanggal 12 Februari 2011 ditangkap oleh polisi, niat baik warga parado yang mendatangi mapolsek parado dalam rangka menayakan kepada pihak kepolisian atas penangkapan ahmadin tersebut berujung pada penembakan yang mengakibatkan Sembilan warga parado menjadi korban
Dalam beberapa tahun terakhir paska disahkannya Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara oleh Rezim Neoliberal (SBY-Boediono) jalannya Imperialism (Penjajahan) atas bangsa Indonesia yang di Komandoi oleh Amerika Serikat dan konconya semakin terbuka lebar serta agresivitasnya tidak ada yang mampu menghadang.
Atas semakin aggressivenya penjajahan tersebut memperlihatkan kepada kita di Nusa Tenggara Barat soal Hak pengolahan tanah baik yang ada di Pulau Sumbawa, Pulau Lombok yang sepenuhnya dikuasai oleh investor pertambangan yang telah memegang izin Kuasa Pertambangan (KP) sebagimana yang di amanatkan oleh Undang Undang Nomor 04 Tahun 2009 tentang Minerba maka istilah Kuasa Pertambangan (KP) berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Data Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009 yang di lansir beberapa Media Cetak terdapat 63 Kuasa Pertambangan (KP) yang dikeluarkan oleh Bupati /Walikota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat .
Kepala Daerah yang berada di Pulau Sumbawa telah mengeluarkan Kuasa Pertambangan (KP) sebanyak 49 dan dipulau Lombok sebanyak 14 Kuasa Pertambangan, dari 49 KP di Pulau Sumbawa, sebanyak 25 Kuasa Pertambangan (KP) dikeluarkan oleh Bupati Sumbawa dan sisanya Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) sebanyak 6 Kuasa Pertambangan (KP), Bima sebanyak 13 Kuasa Pertambangan (KP), Kota Bima sebanyak 1 Kuasa Pertambangan (KP) dan Dompu sebanyak 13 Kuasa Pertambangan (KP), sedangkan untuk pulau Lombok, Lombok Barat mengeluarkan 13 Kuasa Pertambanganan (KP), Lombok Timur sebanyak 1 Kuasa Pertambangan.

Paska Penembakan Warga Lambu, Lambu, Sape, Langgudu, Parado Kabupaten Bima Pihak Kepolisian Resort Kota (Polresta) Bima melakukan penahan terhadap : Mashulin, Nurrahman, Tasrif, Abidin, Faisardin yang dalam Siaran Persnya Kaur OPS Satuan Reskrim Polres Bima Kota Ipda Nurdin menjelaskan kasus itu dibagi kedalam Dua Jenis Kasus yang Pertama Kasus Pengerusakan dan Pembakaran yang terdiri dari Tiga Berkas , yang Kedua Kasus Senjata Tajam (Sajam) yang terdiri Satu Berkas,tidak hanya tindakan penahanan yang dilakukan pihak kepolisian tapi intimidasi, pengejaran pengejaran terhadap warga dan aktivis prodemokratik yang dianggap sebagai Provokator (dalang intektual).
Atas sikap dan tindakan pihak kepolisian yang demikian refresive dengan cara menembaki dan mengkriminalitas setiap tindakan demokratik rakyat seperti aksi demonstrasi dan lain sebaginya maka kami Lembaga Advokasi Rakyat untuk Demokrasi(LARD),Partai Rakyat Demokratik (PRD), Study Demokrasi Kebangsaan (SDK), Federasi Serikat Nelayan Tani Buruh (FS NTB) Indonesia, Kajian Muda Sumbawa Barat (Kamus – B), Forum Komunikasi Pemuda Pelajar Mahasiswa Sumbawa (FKPPMS), Gerakan Pemuda Mahsiswa Sumbawa Selatan (GPMSS),Mataram Care Society (MCS) yang tergabung dalam Persatuan Rakyat (PR) Nusa Tenggara Barat menyatakan Sikap Tegas :

1. Lepaskan Lima Warga (Mashulin, Nurrahman, Tasrif, Abidin, Faisardin ) yang di tahan Pihak Polresta Bima yang di kriminalisasi dengan tuduhan melakukan Pengerusakan dan Pembakaran dan membawa Senjata Tajam (Sajam) saat aksi pada 10 februari 2011 yang menuntut pencabutan SK nomor 188/45/357/004/2010 tentang pemberian izin eksplorasi tambang kepada PT. Sumber Mineral Nusantara, seluas 24.980 H dan PT. Indo Mineral Cipta Persada seluas 14.318 Ha di Kantor Camat Lambu Kabupaten Bima
2. Hentikan Terror, Intimidasi, Penjemputan Paksa Kepada Warga dan Aktivis Pro Demokratik Bima yang di lakukan oleh pihak polresta bima karna hal ini bisa menyulut Konplik yang lebih luas.
3. Bila ini tidak bisa di Realisasikan maka kami menuntut Kapolri untuk memecat Kapolda Nusa Tenggara Barat
4. Cabut Ijin Operasi PT. Sumber Mineral Nusantara, PT. Indo Mineral Cipta Persada dan PT. Valey Sumbawa Mining,
5. Cabut Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Judicial Review Undang Undang Mineral & Batubara No 14 Tahun 2009 dan berbagai Peraturan Pemerintah baik Pusat & Daerah dalam hal ini Peraturan Daerah Nomor 03 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang menjadi Alat Syah terhadap Perampokan Kekayaan Alam Bangsa Indonesia

Serta Menyerukan Kepada Seluruh Rakyat Indonesia :

untuk membangun Persatuan Nasional Lawan Penjajahan Asing (Imperialisme) dan menjadikan Rezim Neoliberal (SBY-Boediono) sebagai Musuh Rakyat Indonesia karna Pemerintahan yang mereka bangun telah melahirkan Rakyat dan Bangsa Indonesia di jajah oleh Pihak Asing (Imperialism).

Senin, 28 Februari 2011

Posisi dan Perjuangan Divestasi Menuju Nasionalisasi

Pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa kekayaan yang terkandung di dalam bumi Indonesia harus dipergunakan sepenuh-penuhnya untuk kesejahteraan rakyat. Karenanya sudah sangat jelas bahwa kekayaan alam Indonesia harus menjadi modal untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun kemandirian nasional. Atau dengan kata lain: seluruh kekayaan tambang Indonesia harus diabdikan sepenuhnya (baca: dinasionalisasi) untuk memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Negeri ini sudah sepantasnya menjadi sebuah negeri yang besar, dari ujung aceh sampai ujung papua kita sangat kaya akan sumber daya alam minyak, gas, batu bara, emas dan kandungan mineral lainnya, tapi sungguh disayangkan tidak satupun itu menjadi milik bangsa indonesia. Dari Exxon Mobil, Chevron, Conoco Philips, Total, British Petroleum, Petro China, Shell, CNOOC, Freeport, Newmont, BHP Biliton, Inco semuanya menjadi milik asing amerika, jepang, australia dan sekutu-sekutunya.



Di NTB misalnya, keberadaan industri keruk PT. Newmont Nusa Tenggara, sebuah perusahaan yang 80% sahamnya dimiliki oleh Newmont Corporation (sebuah korporasi amerika dan jepang) yang berdiri tanggal 2 Desember 1986 dan mulai beroperasi sejak tahun 2000 di wilayah Batu Hijau Kabupaten Sumbawa Barat. Keberadaan PT.NNT ternyata belum mampu meberikan signifikansi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat NTB, hal ini terbukti pendapatan daerah dari PT.NNT berada di urutan paling kecil, jauh berbanding terbalik dengan jumlah sumber daya mineral yang di keruk dari bumi kita Nusa Tenggara Barat.



Keberadaan industri keruk PT. NNT semakin tidak memihak, ketika beberapa tahun kemarin sesuai kesepakatan yang diatur dalam Kontrak Karya (KK) pasal 24 point ke-4 (promosi kepentingan nasional) dimana pada tahun keenam (tahun 2006) perusahaan tersebut sudah seharusnya mendivestasikan 3% saham kepada pihak nasional ( 20% saham dimiliki oleh PT. Pakuafu Indah, perusahaan nasional yang dimiliki oleh Yusuf Meruk), selanjutnya pada tahun ketujuh (tahun 2007) 10%, tahun kedelapan (tahun 2008) 17%, tahun kesembilan (2009) 24%, tahun kesepuluh (tahun 2010) 31%, artinya dengan skema yang diatur dalam kontrak karya (KK) tahun 2010 51% andil saham sudah dimiliki oleh pihak nasional atau dengan kata lain PT. NNT sudah menjadi perusahaan nasional. Semakin besarnya andil nasional (pemerintah) terhadap perusahaan raksasa PT. NNT, maka semakin besar ruang pemerintah dan rakyat dalam hal mengontrol segala sesuatu yang berkaitan dengan management NNT, baik menyangkut masalah lingkungan, ketenagakerjaan, dana Comunity Development (Comdev), masalah ekonomi, politik, sosial dan masalah-masalah lainnya yang berkaitan dengan keberadaan PT.NNT.



Proses bertele-telenya (sikap tidak ingin) PT. Newmont Nusa Tenggara (NNT) dalam memenuhi kewajibannya dalam mendivestasikan sahamnya kepemerintah Indonesia sebagaimana diatur dalam kontrak karya yang dibuat antara PT. NNT dan Pemerintah Indonesia merupakan tindakan yang melecehkan sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat. Padahal pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa Barat, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Pemerintah Pusat melalui Departemen Energi Sumber Daya Mineral dan Kejagung sudah memberikan peringatan keras (status lalai) kepada PT.NNT untuk segera merealisasikan sahamnya, disamping itu juga Komisi VII DPR RI didalam rapat dengar pendapat sudah memberikan pernyataan yang tegas kepada PT. NNT untuk segera merealisasikan sahamnya sesuai dengan amanat undang-undang dan Kontrak Karya (KK). Namun sungguh disayangkan PT.NNT masih tetap ngeyel dan tidak mau tunduk dengan kepentingan pemerintah dan undang-undang yang ada di negeri ini. Dan selanjutnya pihak pemerintah melanjutnya proses dan perjuangan ini ke jalur Arbitrase Internasional.

Proses Arbitrase Internasional, sebagaimana yang diatur dalam Kontrak Karya (KK) pasal 21 (penyelesaian sengketa) dalam point ke-2 proses Arbitrase Internasional ditempuh apabila semua proses hukum dan perundang-undangan yang ada di Indonesia sudah dilakukan. Arbitrase internasional jangan di jadikan sandaran politik, belajar dari pengalaman (proses Arbitrase Internasional) dalam kasus KBC ( Karaha Bodas Company) dimana pertarungan antara KBC ( Amerika dan Jepang) dengan saham 85%, dengan pihak PT. PLN dan PERTAMINA (pemerintah indonesia), kekalahan pihak indonesia disebabkan antara lain : pertama, tidak terbangunnya rasa nasionalisme dan sentimen anti asing dalam perjuangan tersebut, sehingga pertarungan tersebut hanya menjadi pertarungan antara asing (KBC) dengan pihak PT. PLN dan PERTAMINA, kedua perjuangan melawan modal asing (KBC) tidak menjadi sebuah kepentingan nasional dan tidak diletakan pada perjuangan seluruh rakyat indonesia dalam melawan pihak asing, hal ini juga disebabkan tidak adanya sosialisasi kepada masyarakat secara meluas sehingga kasus KBC tidak menjadi persoalan seluruh masyarakat (khususnya Kalimantan Selatan), ketiga, tidak bisa dipungkiri adanya keterlibatan dan campur tangan IMF dan Word Bank dalam setiap proses tersebut, dan keempat kekalahan pemerintah indonesia juga disebabkan oleh lemahnya pihak pemerintah Indonesia didalam menghadirkan saksi-saksi ahli, sehingga tidak bisa dibuktikan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pihak KBC secara keseluruhan.

Perjuangan ini ( divestasi, red) harus mampu dimaknai oleh seluruh rakyat NTB dan rakyat indonesia sebagai sebuah tahapan untuk menuju nasionalisasi dimana rakyatlah yang akan berdaulat terhadap seluruh kekayaan alam yang dimilikinya. Dan perjuangan ini tidak serta merta disandarkan pada keputusan Arbitrase Internasional dan keputusan-keputusan pemerintah tapi haruslah menjadi sebuah perjuangan seluruh rakyat Indonesia.

Untuk itu sudah saatnya seluruh rakyat Indonesia pada umumnya dan Masyarakat NTB pada khususnya untuk mendukung dan terlibat secara aktif mendorong maju pemerintah dalam membangun bangsa yang mandiri serta berdaulat atas seluruh sumber alamnya.

Rabu, 09 Februari 2011

Tolak Upaya Menggagalkan Divestasi Saham PT. Newmont

Isu divestasi saham PT. Newmont semakin marak dan mengemuka menjadi bahan diskursus di tengah-tengah masyarakat NTB dalam beberapa waktu belakangan ini. Bahkan menciptakan konflik bagi masyarakat Nusa Tenggara Barat.
Kuatnya hasrat pemerintah daerah, di luar situasi konflik yang sedang terjadi antara pemerintah propinsi Nusa Tenggara Barat denga pemda Sumbawa Barat untuk memiliki saham 7 % yang didivestasikan oleh PT. Newmont adalah sesuatu yang positif bagi kepentingan masyarakat. Hanya saja hasrat tersebut harus dilandasi aturan-aturan yang jelas sehubungan dengan bagaimana mendapatkan saham tersebut dan bagaimana memanfaatkan hasilnya di masa yang akan datang.
Masyarakat NTB memahami bahwa pemerintah tidak memiliki cukup uang untuk membeli keseluruhan saham perusahaan asal Amerika Serikat tersebut. Sehingga dapat pula memahami rencana pemerintah untuk mengajak pihak-pihak lain yang tentunya menguntungkan buat pemerintah daerah. Di tengah resistensi Newmont yang berupaya menjegal jangan sampai sahamnya berpindah kepemilikan kepada pihak nasional, maka pemerintah juga harus berhati-hati jangan sampai terjebak pada cara-cara yang salah dan tidak populis.
Rencana divestasi saham 7 % milik PT. NNT kepada pihak nasional terancam mengalami kegagalan yang disebabkan oleh terjadinya konflik of interest antara pemrop Nusa Tenggara Barat dengan Pemda Kabupaten Sumbawa Barat. Masing-masing pihak terprovokasi untuk tetap mempertahankan cara mereka masing-masing untuk membeli saham Newmont sehingga tidak menemukan ruang komunikasi dan solusi.
Kegagalan terhadap proses divestasi tersebut akan memiliki konsekuensi sebagai berikut :
1. Pelanggaran terhadap UU No. 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing, UU No. 11 Tahun 1967 tentang pertambangan dan Kontrak karya (KK) antara PT. Newmont Nusa Tenggara (PT. NNT) dengan pemerintah RI tahun 1986.
2. Kegagalan divestasi akan berpotensi merugikan Negara Republik Indonesia (RI). Berdasarkan Kontrak Karya tahun 1986, Hingga pada akhir tahun kesepuluh kepemilikan saham nasional pada PT. NNT telah mencapai mayoritas yaitu 51 persen. Walaupun sekarang sudah memasuki tahun kesebelas. Kepemilikan saham nasional secara mayoritas sangat penting terkait dengan kegiatan operasi tambang PT. Newmont, mengingat keuntungan bersih perusahaan tersebut setiap tahun dapat mencapai angka 13 triliun rupiah. Perusahaan PT. Newmont hanya membutuhkan waktu 2 tahun untuk mengembalikan seluruh modal yang ditanamkan pada kegiatan pertambangan.
3. Kegagalan divestasi sangat berpotensi merugikan rakyat. Sejak awal Newmont enggan untuk menjalankan kewajiban melakukan divestasi khususnya bagi kepemilikian saham oleh pemerintah (Negara). Keengganan tersebut disebabkan kekuatiran adanya interpensi Negara (pemerintah/ rakyat) terkait kebijakan internal perusahaan tersebut baik terkait upah, community development dan kebijakan pengelolaan lingkungan. selama ini kebijakan pertambangan PT. Newmont cenderung merugikan rakyat.
Kegagalan proses divestasi jelas akan berpotensi merugikan pemerintah dan rakyat. Hal ini tidak boleh kita biarkan terjadi, untuk itu kami dari PERSATUAN RAKYAT NUSA TENGGARA BARAT (PR – NTB) menyerukan :
1. Pemerintah daerah harus melibatkan rakyat secara luas dalam proses pengambilan keputusan strategis semacam ini. Skema divestasi dirumuskan dengan melibatkan masyarakat dengan cara mengkomunikasikan, mediskusikan dan merumuskan melalui proses terbuka dan transparan. Proses yang terjadi selama ini tidak dilakukan secara lebih terbuka dan transparan sehingga sangat syarat terjadinya gratifikasi (suap) untuk menggagalkan divestasi. Karena divestasi yang gagal akan sangat merugikan rakyat.
2. Pemerintah daerah harus melakukan komunikasi satu dengan lainnya (baik antara pemerintah propinsi dengan pemerintah kabupaten) untuk dapat menuntaskan proses divestasi. Sehingga jangan sampai propokasi (adu domba) antara sesama pemerintah daerah untuk menggagalkan divestasi yang akan merugikan rakyat.
3. Menyerukan kepada seluruh masyarakat NTB untuk menolak upaya-upaya menggagalkan proses divestasi baik yang dilakukan oleh PT. NNT maupun pihak-pihak lain. Divetsasi saham harus diletakkan bagi upaya kepemilikan saham oleh nasional sehingga akan memiliki signifikasi ekonomi bagi pembentukan modal nasional dan kemandirian terhadap kekayaan sumber daya alam yang kita miliki

Jumat, 17 Desember 2010

Percayalah Pada Benarnya Nasakom! (Bagian Pertama)

Oleh : Oleh : Ir. Soekarno



Saudara-saudara sekalian,

Kita sekarang ini sudah hampir dua puluh tahun merdeka, 17 Agustus’ 45 kita mengadakan proklamasi dan insya Allah 17 Agustus tahun ini kita akan dua puluh tahun merdeka. Dan kemerdekaan itu adalah hasil dari perjuangan yang bukan dua puluh tahun, tetapi hasil dari perjuangan yang lebih panjang dari dua puluh tahun itu, tergantung dari cara kita menghitungnya; bisa dikatakan sekian puluh tahun, bisa dikatakan sekian ratus tahun.

Kalau kita sekadar mulai dengan tahun 1908, permulaan kita mengadakan organisasi modern, pergerakan, yaitu dengan berdirinya Budi Utomo, maka antara tahun ‘08 dan ’45 adalah 37 tahun. Tetapi jikalau kita hitung dari sejak sultan angung, Sultan Agung dari Mataram, sebab ada dua Sultan Agung , ada Sultan Agung dari Mataram, Yogyakarta, ada Sultan Agung dari Banten, dua-duanya pejuang; Sultan Agung dari Yogya itu dinamakan hajejuluk, menamakan diri Sultan Agung Hanyokrokusuma atau Sultan Agung Cokrokusumo; Sultan Agung yang dari Banten menamakan diri Sultan Agung Tirtayasa, beliau akan membuat kolam Indah. Pembuat kolam indah, maka beliau menamakan diri Sultan Agung Tirtayasa. Jika kita hitung perjuangan kita untuk mencapai kemerdekaan sejak saat-saat Sultan Agung Hanyokrokusumo menggempur Jakarta atau Sultan Agung Tirtayasa menggempur Jakarta, maka perjuangan kemerdekaan kita itu lebih dari tiga abad. Sultan Agung dua itu diikuti oleh pejuang-pejuang yang lain, oleh Suropati, Joko Untung Suropati, diikuti oleh Trunojoyo, diikuti oleh Sultan Hasanuddin, diikuti oleh Diponegoro, diikuti oleh Tuanku Imam Bonjol, diikuti oleh Teuku Umar, atau Teuku Cik Ditiro, diikuti oleh Pattimura, diikuti oleh gerakan kita yang terkenal di abad ke-20 ini; maka total perjuangan kita lebih dari tiga abad dan baru pada tanggal 17 Agustus ’45 kita dapat mengadakan proklamasi kemerdekaan.

Pernah saya kupas, apa sebab perjuangan-perjuangan yang terdahulu, Sultan Agung Hanyokrokusumo, Sultan Agung Tirtayasa, Suropati, Trunojoyo, Hasanuddin, Teuku Umar, Teuku Cik Ditiro, Dipenogoro, dan lain-lain gagal, apa sebab tak berhasil mengusir kekuasaan Belanda atau imperialis Belanda dari Indonesia.

Maka jawaban saya selalu ialah, oleh karena Sultan Agung Hanyokrokusumo, Sultan Agung Tirtayasa, Trunojoyo, Suropati, Hasanuddin, Teuku Umar, Teuku Cik Ditiro, Tuanku Imam Bonjol, Diponegoro dan lain-lain sebagainya itu, perjuangannya sudah didasarkan atas persatuan dan kesatuan perjuangan seluruh rakyat Indonesia. Betapa hebatnya pun Diponegoro menjalankan ia punya perjuangan, ia tidak berhasil memerdekakan Indonesia, oleh karena perjuangannya hanya disandarkan atas kekuatan rakyat di pulau Jawa saja. Bagaimanapun Sultan Hasanuddin berjuang—demikian hebatnya sehingga Cornelis Speelman menamakan dia “de jonge haan van her Oostern,” ayam jantan muda di alam timur. Notabene ayam jantan muda itu juga salah satu titel dari seorang raja kita yang hebat, yaitu Hayam Wuruk, majapahit. Hayam wuruk artinya ayam jantan muda; Speelman menamakan Sultan Hasanuddin : “de jonge haan”— tetapi toh perjuangannya tidak berhasil, tidak berhasil mengusir Belanda, oleh karena tidak disandarkan atas seluruh Rakyat Indonesia. Demikian pula Teuku Umar, demikian pula Tuanku Imam Bonjol, demikian pula lain-lain pahlawan kita. ini harus menjadi pelajaran bagi kita, pelajaran yang sudah ditarik oleh kita menentang imperialism, perjuangan kita memerdekakan Indonesia harus disandarkan atas persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia seluruhnya, dengan tidak mengenal suku, tidak mengenal agama, tidak mengenal waktu.

Kita pada hari ini memperingati hari lahirnya Pancasila, 1 Juni 1965. Ya, memang pada tanggal 1 Juni 1945, dus sebelum kita mengadakan proklamasi Kemerdekaan Indonesia, saya telah membuat pidato mengusulkan Pancasila kepada pemimpin-pemimpin Indonesia, agar supaya Pancasila itu dijadikan dasar Negara Indonesia Merdeka. Dan, saudara-saudara, tatkala saya memikir-mikirkan apa yang akan aku usulkan ke hadapan para pemimpin rakyat Indonesia, satu hal yang menjadi pegangan teguh bagi saya, yaitu bahwa Persatuan Indonesia, kesatuan Indonesialah, pokok dari segala pokok. Kita hendak mengadakan Indonesia Merdeka pada waktu itu , dan pada waktu itu, sebelum aku mengadakan Pidato Pancasila, telah menjadi keyakinan di dalam kalbuku, keyakinan, ilmu-yakin, ainul-yakin, hakkul-yakin, bahwa kemerdekaan kita yang akan datang itu hanya dapat dipertahankan abadi, jikalau kemerdekaan kita itu didasarkan atas kesatuan bangsa Indonesia.

Lebih dahulu aku memberi penjelasan. Ini saya melihat beberapa mata dari wanita-wanita itu—tatkala aku menyebutkan ilmu-yakin, , ainul-yakin, hakkul-yakin—-kelihatan bersinar-sinar, tetapi mengandung pertanyaan. Apa bedanya ilmu-yakin, , ainul-yakin, hakkul-yakin? hakkul-yakin itu keyakinan yang sudah seyakin-yakinnya sepanjang pikiran, sepanjang ‘ilm, sepanjang ilmu. Tempo hari disini saya pernah melukiskan sebagai berikut: aku berdiri disini, umpamanya aku berdiri disini, tidak ada gedung ini, aku berdiri disini, kemudian dibelakang kampung sana itu aku melihat asap mengepul, dibelakang kampung sana aku melihat asap mengepul. Ilmuku, pikiranku berkata, tidak ada asap kalau tidak ada api, dus aku yakin, bahwa di belakang kampung itu ada api; tetapi keyakinanku itu sekadar hasil dari ‘ilm, pikiran, ilmu. Dengan Ilmu-yakin aku berani mengatakan, bahwa di belakang kampung itu ada api.

Tapi mungkin, ya mungkin, matakulah yang salah, mataku sedang menderita penyakit yang dinamakan penyakit hallucinatie, hallucinatie melihat barang tetapi sebetulnya tidak ada. Mengira melihat asap, tetapi sebetulnya tidak ada, sebagaimana orang di padang pasir jikalau panas sepanas-panasnya dan dia sedang menderita dahaga, huh, matanya melihat di tepi langit itu seperti ada telaga, dia mengira disana ada telaga, padahal tidak ada, wong padang pasir. Tetapi dia punya mata melihat telaga. Itu yang biasa dinamakan Fatamorgana. Jadi si orang itu melihat fatamorgana, fatamorgana, bahwa ditepi langit sana itu ada telaga, air sejuk dan dia yang menderita dahaga itu bukan main, ya, ingin meminum air telaga itu, terus dia lari kesana, tetapi lari punya lari, tidak ada telaga air sejuk disana itu.

Nah, saya pindahkan kepada tamsilku itu tadi. Meskipun aku melihat asap di belakang kampung, mungkin matakulah yang salah, mungkin mataku melihat asap seperti orang itu di padang pasir melihat talaga, tetapi sebenarnya tidak ada asap, sehingga keyakinanku bahwa di belakang kampung itu api— sebab akalku berkata ada asap ada api, sehingga keyakinanku di belakang kampung itu ada api —adalah sebenarnya keyakinan yang salah, sehingga ilmul-yakin itu satu keyakinan yang bertaraf paling rendah.

Kemudia ainul-yakin. Aku melihat asap di belakang kampung dan aku berkata di sana itu tentu ada api, ilmul-yakin. Tetapi aku berjalan, aku pergi ke sana, pergi ke belakang kampung itu, ee, benar-benar aku melihat api. Bukan hanya aku melihat asap, aku melihat api, dan sekarang aku berkata, dengan ainul –yakin aku boleh berkata bahwa ada api, seba aku melihat api. Tadi aku sekedar melihat asap, sekarang aku melihat api, aku pergi ke belakang kampung, aku melihat api; benar ilmiah tadi itu benar, yah, ini ainul-yakin. Di belakang kampung itu ada api, karena mataku melihat api.

Tapi keyakinan ini, nomor dua ini masih bisa salah, mungkin mataku yang masih salah, mataku yang tadi melihat asap, masih kabur, sekarang mengira melihat api, padahal bukan api. Ainul-yakin lebih tinggi tarafnya daripada ilmul-yakin, tetapi belum keyakinan yang setinggi-tingginya, sebab mungkin mataku masih salah. Sekarang singsingkan kupunya lengan baju. Aku melihat api, aku masukkan tanganku kepada barang yang aku sangka api itu, oo panasnya bukan main, betul-betul ini api, jadi bukan penglihatan matuku saja, tetapi benar-benar ini api sebab tanganku terbakar. Hakkul-yakin, ini api. Nah, saudara-saudara, sudah mengerti sekarang perbedaan antara ilmul-yakin, ainul-yakin, hakkul-yakin?

Nah, pada waktu aku keesokan harinya hendak mengucapkan pidato di hadapan sidang pemimpin-pemimpin seluruh Indonesia untuk mengusulkan dasar-dasar Negara, pada waktu aku telah hakkul-yakin bahwa kemerdekaan hanya dapat dipertahankan abadi dan kekal, sekali merdeka tetap merdeka, jikalau didasarkan atas persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia, maka aku mohon lebih dari ke- hakkul-yakin- an. Dan aku telah pernah ceritakan di sini, malam-malam itu aku keluar dari rumah—rumah yang kudiami pada waktu itu, yaitu Pengangsaan Timur 56, yang sekarang menjadi Gedung Pola— pada waktu itu aku keluar dari rumah, pergi ke belakang rumah, dan aku menengadahkan wajah mukaku dan hatiku kepada Allah SWT. Beribu-ribu bintang gemerlapan pada waktu itu, bintang bulan Mei/ Juni yang sedang tiada hujan tiada awan, angkasa bersih, beribu-ribu bintang di langit dan aku menekukkan lutut (Presiden menangis tersedu-sedu—red.), maaf… kalau aku ingat ini selalu aku terharu. Ya Allah, ya Rabi: aku tekukkan lututku, aku menengadah ke langit, aku kirimkan permohonanku dibalik, di belakangnya bintang yang beribu-ribu itu kepada Alla SWT : Ya Tuhan, ya Allah ya Rabi, berikanlah ilham kepadaku. Besok pagi aku harus berpidato mengusulkan dasar-dasar Negara Indonesia Merdeka. Pertama, benarkah keyakinanku, ya Tuhan, bahwa kemerdekaan itu harus didasarkan atas persatuan dan kesatuan bangsa? Kedua, ya Allah ya Rabi, berikanlah petunjuk kepadaku, berikanlah ilham kepadaku, kalau ada dasar-dasar lain yang harus ku kemukakan. Apakah dasar-dasar lain itu?

Sesudah aku memohon yang demikian, saudara-saudara, aku masuk lagi ke rumah, berbaring di tempat pembaringan, menenangkan aku punya pikiran dan aku tertidur. Dan, saudara-saudara, tatkala pagi-pagi aku banging, aku telah mendapat ilham : Pancasil. Ilha itu, saudara-saudara, bisa diberikan oleh Tuhan kepada siapa pun, bukan hanya kepada Nabi, tidak. Yang diberikan kepada Nabi aadallah Wahyu, kalau kepada manusia biasa, setiap-tiap manusia bisa mendapat ilham. Engkau bisa mendapat ilham, engkau bisa mendapat ilham— yang “silo,” anak kecil itu—engkau bisa mendapat ilham, engkau bisa mendapat ilham, Yo Chairul Saleh bisa mendapat Ilham, engkau Jeng Sukahar bisa mendapat ilham, engkau saudariku dari Sulawesi Selatan bisa mendapat ilham, engkau bisa mendapat ilham, engkau bisa mendapat ilham, engkau bisa mendapat ilham, kita semuanya bisa mendapat ilham, yaitu pikiran yang diberikan oleh Tuhan kepada kita. Seperti kukatakan tadi tatkala aku pagi-pagi tanggal 1 Juni bangun hendak sembahyang subuh, pada waktu itu aku telah mendapat ilham, pikiran yang nanti akan aku usulkan di hadapan rapat para pemimpin, ialah Pancasila. Dan nomor satu, oleh karena aku mendapat ilham itu karena kau mohon kepada Allah SWT, aku taruh sebagai sila yang pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, kedua Kebangsaan Indonesia, Persatuan bangsa Indonesia, tersebar diatas kepulauan Indonesia dari Sabang sampai Merauke, persatuan yang kompak sekompak-kompkanya. Kemudian baru yang lain-lain, saudara-saudara, Perikemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan Sosial. Pancasil, saudara-saudara, saya usulkan kepada sidang pada tanggal 1 Juni itu dan syukur Alhamdulillah diterima dengan segera, sekaligus oleh sidang.

Saya cerita, ya. Siapa yang paling pertama di antara hadirin dan hadirat pada waktu itu yang mengusulkan agar Bung Karno diterima? Almarhum Ki Hajar Dewantara. Padahal tadinya, tadinya sebelum aku, almarhum Ki Hajar Dewantara juga bicara dan mengusulkan beberapa dasar lain. Sebelum aku pidato itu ada pemimpin-pemimpin lain berpidato, almarhum Ki Bagus Hadikusumo berpidato, Ki Hajar Dewantara berpidato, Bung Hatta, Mohammad Hatta berpidato, banyak lagi berpidato, mengusulkan dasar-dasar, kemudian dipersilahkanlah Bung Karno berpidato. Pada waktu itu yang memegang palu ialah almarhum Dr. Rajiman Wedyodiningrat, yang sudah mangkat. Dr. Rajiman Wedyodiningrat. Sesudah lain-lain pemimpin berpidato, maka sekarang Bung Karno dipersilahkan berpidato, dan pada waktu aku mulai berpidato itu, aku sekali lagi mengucap Bismillah, Bismillah, oleh karena aku merasa bahwa apa yang aku katakab nanti ialah ilham yang Tuhan berikan kepadaku (Presiden terharu dan tersedu-sedu—Red). Bismillah, aku anjurkan : Pancasila. Dan sesudah aku pidato, Ki Hajar Dewantara minta bicara, dan beliau mengajurkan kepada seluruh sidang: saudara-saudara sekalian, mari kita terima seluruhnya apa yang diusulkan oleh Bung Karno ini. Sejak dari saat itulah, saudara-saudara, Pancasila resmi menjadi dasar Negara Indonesia yang akan kita proklamirkan.

17 Agustus ’45 datang, proklamasi kemerdekaan diucapkan juga di Penganggsaan Timur 56. 18 Agustus ’45, satu hari kemudian diadakan lagi sidang seluruh pemimpin Indonesia dan di situ ditetapkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang kemarinnya diproklamirkan itu. Undang-undang Dasar Republik Indonesia disahkan pada tanggal 18 Agustus ’45 dan di dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar itu —Undang-undang Dasar ’45, Undang-undang Dasar yang kita kenal semuanya—tertulisah dengan nyata unsur-unsur Pancasila itu, saudara-saudara. Dan berkat Pancasila itu, saudara-saudara, sampai hari ini Alhamdulillah Republik Indonesia masih berdiri teguh, meskipu Republik Indonesia ini dicoba oleh musuh dihancurkan dengan macam-macam jalan; dicoba dihancurkan dengan aksi militer yang kedua, tahun ’48, dicoba dengann subversi macam-macam, dicoba dengan pemberontakan-pemberontakan PRRI/Permesta dan RMS, dicoba dengan segala hal, tetapi Republik Indonesia tetap berdiri kuat, karena Republik Indonesia berdasarkan Pancasila.

Dan, saudara-saudara, di dalam pidatoku waktu aku menganjurkan Pancasila itu, aku juga telah berkata : Pancasila dapat kita peras menjadi tiga, Trisila : Ketuhanan Yang Maha Esa, Sosio-Nasionalisme, Sosio-demokrasi. Tiga. Kalau kita persatukan Kebangsaan dengan Perikemanusiaan—sila dua dan sila tiga kita peras menjadi satu—menjadilah ia Sosio-nasionalisme, dan jikalau kita peras sila keempat, Kedaulatan Rakyat dengan sila kelima, Keadilan Sosial, perasannya itu menjadi Sosio-demokrasi, sehingga perasan dari lima ini menjadi tiga: Ketuhanan Yang Maha Esa, Sosio-nasionalisme, Sosio-demokrasi. Tetapi aku lantas berkata kepada sidang, barangkali tuan-tuan toh belum senang kepada angka tiga, barangkali tuan-tuan senang kepada kepada angka satu, wahai, kataku, peraslah tiga ini menjadi satu, menjadi Ekasila—Eka artinya satu—dan apakah Ekasila itu? Ekasila itu adalah gotong-royong. Negara Republik Indonesia berdasarkan gotong-royong, gotong-royong seluruh rakyat Indonesia, gotong-royong rakyat di Sabang sampai rakyat di Merauke. Dan aku ulangi, saudara-saudara, dengan prinsip gotong-royong ini, dengan kenyataan gotong-royong ini, kita makin lama makin kuat.

*) Amanat–Indotrinasi Presiden Soekarno, pada pembukaan Kursus Kilat Kader Nasakom, 1 Juni 1965, di Istora Senayan, Jakarta.

Dituding Membakar Kampus, Nasib 12 Mahasiswa Tidak Jelas

Karena dituding melakukan pembakaran di kampus, nasib 12 mahasiswa Universitas Muhammadiyah Maluku Utara sedang digantung oleh pihak rektorat.

Ke-12 mahasiswa itu adalah Jamaludin A.Rahman, Din Sangaji, Muhammad said Abdul latif, LR Selatan, Rudianto sapsuha, andhika Syahputra, Mochtar, Ismit Nengo, M. Mufti, Samsul, Wahyu Magonofirto, dan Sam Hunter.

Pasca kejadian kebakaran tanggal 28 oktober, ke-12 mahasiswa itu tidak diberikan kesempatan untuk melakukan pengurusan administrasi di kampus.

Akan tetapi, pihak mahasiswa menuding pihak rektor hanya mencari-cari alasan untuk mempersulit mereka dalam pengurusan akademik, sehingga juga sangat sulit bagi mereka untuk mengikuti perkuliahan.

Dua orang lainnya, yaitu Jamaludin A. Rahman dan Din Sangaji, dilarang untuk mengikuti ujian skripsi.

Jamaludin A.Rahman mengganggap pihaknya telah menjadi korban tudingan dari pihak, meskipun belum ada bukti kuat mengenai keterlibatan mereka.

Ia pun meminta penjelasan dari pihak rektorat terkait nasib kegiatan akademik mereka dan sekaligus meminta pembuktian terkait tudingan rektor.

Pembakaran Kampus

Dua minggu sebelum kejadian kebakaran, mahasiswa Universitas Muhammadiyah sedang sedang melakukan perlawanan terhadap kebijakan rektor yang dianggap merugikan mahasiswa.

Pada tanggal 28 oktober itu, mereka sedang menggelar aksi di kampus, namun tiba-tiba terjadi kebakaran di lantai tiga.

Karena kebakaran itu melalap ruangan belajar mereka, maka mahasiswa ini pun bergegas ke lantai tiga untuk menyelamatkan barang-barang mereka.

Dari kejadian itulah muncul tudingan soal mahasiswa yang melakukan pembakaran kampus itu.

Akan tetapi, para mahasiswa menyakini bahwa ini hanya merupakan alibi untuk mematikan demokrasi dan kritisisme mahasiswa di dalam kampus.

Partai Kiri Menang Besar Di Pemilu Lokal India

www.berdikarionline.com

Rakyat di negara bagian Indrapura, India, memberikan dukungan besar kepada front kiri, sekaligus memberikan kemenangan telak bagi kaum kiri menjelang pemilu kunci di wilayah Bengal Barat.

Dalam pemilihan pekan lalu front kiri, yang mendapat dukungan dari Partai Komunis India-Marxist (CPI-M), memenangkan 13 dari 15 kotamadya/kabupaten, dan sekaligus menendang keluar lima walikota dari partai kongres.

Setelah hasil pemilihan sudah dapat dipastikan pada hari Rabu, Politbiro CPI-M menyambut kemenangan menentukan ini “sebagai konfirmasi atas dukungan rakyat Indrapura terhadap CPI-M da Front Kiri”.

Kemenangan ini sekaligus mementahkan kesimpulan ahli politik kanan, bahwa front kiri sudah memasuki babak kejatuhan setelah hasil buruk dalam pemilihan lokal di Bengal Barat dan Kerala pada awal tahun ini.

Pemerintahan Front kiri di Bengal barat sedang berhadapan dengan tantangan baru dari kaum populis Trinamool congres, yang merupakan aliansi antara kaum komunalis dengan kaum maois.

Warga Jual Kembali Tabung Gas 3 Kilogram Yang Dibagikan Pemerintah

Kabar Rakyat
Oleh : Ratno Budi



Karena trauma dengan ledakan tabung gas 3 kilogram akhir-akhir ini, sejumlah warga di Bangkinan, Riau, menjual kembali tabung gas-nya. Padahal, pihak pemerintah sudah melakukan sosialisasi mengenai cara pemakaian kompor dan tabung gas 3 kilogram.

Rina, seorang warga Bangkinan yang ditemui Berdikari Online, menyampaikan kekhawatirannya untuk menggunakan tabung gas kilogram. “Saya tidak memakainya, takut meledak,” katanya.

Tabung gas 3 kilogram itu dibagi-bagian secara gratis oleh pemerintah kepada masyarakat, sebagai bagian dari program konversi dari minyak ke gas. Namun, karena takut terjadi ledakan, sebagian warga tidak mempergunakan gas tersebut.

Menurut pengakuan Rina, beberapa warga telah menjual tabung gasnya karena juga tidak digunakan dan karena desakan ekonomi.

“Saya pun berniat menjual tabung gas yang saya punya kalau ada yang mau beli,” katanya.

Rina mengaku lebih suka menggunakan minyak tanah, kendati harganya cukup mahal dan sudah jarang ditemukan di pangkalan. “Kalau tidak ada minyak tanah, kami lebih memilih menggunakan kayu bakar,” tegasnya.

Biasanya, hasil penjualan tabung gas 3 kilogram ini dipergunakan untuk menambah belanja untuk kebutuhan dapur.

Hal serupa juga dilakukan Jumalis, seorang warga Lenggini, Bangkinan, yang mengaku telah menjual tabung gas 3 kilogram miliknya hanya tiga hari setelah dibagi-bagikan oleh pihak kelurahan.

Jumalis juga lebih memilih menggunakan minyak tanah dan sesekali menggunakan kayu bakar untuk kebutuhan masak-memasak di rumahnya. “Kalau menggunakan minyak tanah, kami merasa lebih sederhana dan lebih aman,” katanya.

Pemerintah kurang siap menjalankan konversi

Di tempat terpisah, Ketua Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) Pekanbaru Achyardi, SE menyatakan bahwa pemerintah tidak siap dalam menjalankan program konversi energi dari minyak tanah ke gas.

Achyardi mengatakan, program konversi mestinya memerlukan beberapa tahap, seperti sosialisasi dan uji coba, hingga nantinya masyarakat benar-benar sudah memahami dan mengerti dengan penggunaan kompor gas.

Selain itu, tambah Achyardi, pemerintah membuat tabung gas 3 kilogram dengan kualitas yang sangat buruk, sehingga mudah mengalami kebocoran dan kerusakan.

Ditambah lagi, pemerinta kurang melakukan kontrol terhadap pasar dan mekanisme distribusi tabung gas 3 kilogram ini, sehingga rawan sekali terjadi penyelewengan dan pemalsuan.

Lebih jauh, Achyardi menambahkan bahwa faktor kemiskinan juga berkontribusi besar terhadap maraknya ledakan gas. “Orang miskin terkadang sulit untuk membeli aksesori pelengkap dan pengaman kompor,” ungkapnya.