Aksi

Aksi
NTB

Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi

Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi

Senin, 28 Februari 2011

Posisi dan Perjuangan Divestasi Menuju Nasionalisasi

Pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa kekayaan yang terkandung di dalam bumi Indonesia harus dipergunakan sepenuh-penuhnya untuk kesejahteraan rakyat. Karenanya sudah sangat jelas bahwa kekayaan alam Indonesia harus menjadi modal untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun kemandirian nasional. Atau dengan kata lain: seluruh kekayaan tambang Indonesia harus diabdikan sepenuhnya (baca: dinasionalisasi) untuk memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Negeri ini sudah sepantasnya menjadi sebuah negeri yang besar, dari ujung aceh sampai ujung papua kita sangat kaya akan sumber daya alam minyak, gas, batu bara, emas dan kandungan mineral lainnya, tapi sungguh disayangkan tidak satupun itu menjadi milik bangsa indonesia. Dari Exxon Mobil, Chevron, Conoco Philips, Total, British Petroleum, Petro China, Shell, CNOOC, Freeport, Newmont, BHP Biliton, Inco semuanya menjadi milik asing amerika, jepang, australia dan sekutu-sekutunya.



Di NTB misalnya, keberadaan industri keruk PT. Newmont Nusa Tenggara, sebuah perusahaan yang 80% sahamnya dimiliki oleh Newmont Corporation (sebuah korporasi amerika dan jepang) yang berdiri tanggal 2 Desember 1986 dan mulai beroperasi sejak tahun 2000 di wilayah Batu Hijau Kabupaten Sumbawa Barat. Keberadaan PT.NNT ternyata belum mampu meberikan signifikansi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat NTB, hal ini terbukti pendapatan daerah dari PT.NNT berada di urutan paling kecil, jauh berbanding terbalik dengan jumlah sumber daya mineral yang di keruk dari bumi kita Nusa Tenggara Barat.



Keberadaan industri keruk PT. NNT semakin tidak memihak, ketika beberapa tahun kemarin sesuai kesepakatan yang diatur dalam Kontrak Karya (KK) pasal 24 point ke-4 (promosi kepentingan nasional) dimana pada tahun keenam (tahun 2006) perusahaan tersebut sudah seharusnya mendivestasikan 3% saham kepada pihak nasional ( 20% saham dimiliki oleh PT. Pakuafu Indah, perusahaan nasional yang dimiliki oleh Yusuf Meruk), selanjutnya pada tahun ketujuh (tahun 2007) 10%, tahun kedelapan (tahun 2008) 17%, tahun kesembilan (2009) 24%, tahun kesepuluh (tahun 2010) 31%, artinya dengan skema yang diatur dalam kontrak karya (KK) tahun 2010 51% andil saham sudah dimiliki oleh pihak nasional atau dengan kata lain PT. NNT sudah menjadi perusahaan nasional. Semakin besarnya andil nasional (pemerintah) terhadap perusahaan raksasa PT. NNT, maka semakin besar ruang pemerintah dan rakyat dalam hal mengontrol segala sesuatu yang berkaitan dengan management NNT, baik menyangkut masalah lingkungan, ketenagakerjaan, dana Comunity Development (Comdev), masalah ekonomi, politik, sosial dan masalah-masalah lainnya yang berkaitan dengan keberadaan PT.NNT.



Proses bertele-telenya (sikap tidak ingin) PT. Newmont Nusa Tenggara (NNT) dalam memenuhi kewajibannya dalam mendivestasikan sahamnya kepemerintah Indonesia sebagaimana diatur dalam kontrak karya yang dibuat antara PT. NNT dan Pemerintah Indonesia merupakan tindakan yang melecehkan sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat. Padahal pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa Barat, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Pemerintah Pusat melalui Departemen Energi Sumber Daya Mineral dan Kejagung sudah memberikan peringatan keras (status lalai) kepada PT.NNT untuk segera merealisasikan sahamnya, disamping itu juga Komisi VII DPR RI didalam rapat dengar pendapat sudah memberikan pernyataan yang tegas kepada PT. NNT untuk segera merealisasikan sahamnya sesuai dengan amanat undang-undang dan Kontrak Karya (KK). Namun sungguh disayangkan PT.NNT masih tetap ngeyel dan tidak mau tunduk dengan kepentingan pemerintah dan undang-undang yang ada di negeri ini. Dan selanjutnya pihak pemerintah melanjutnya proses dan perjuangan ini ke jalur Arbitrase Internasional.

Proses Arbitrase Internasional, sebagaimana yang diatur dalam Kontrak Karya (KK) pasal 21 (penyelesaian sengketa) dalam point ke-2 proses Arbitrase Internasional ditempuh apabila semua proses hukum dan perundang-undangan yang ada di Indonesia sudah dilakukan. Arbitrase internasional jangan di jadikan sandaran politik, belajar dari pengalaman (proses Arbitrase Internasional) dalam kasus KBC ( Karaha Bodas Company) dimana pertarungan antara KBC ( Amerika dan Jepang) dengan saham 85%, dengan pihak PT. PLN dan PERTAMINA (pemerintah indonesia), kekalahan pihak indonesia disebabkan antara lain : pertama, tidak terbangunnya rasa nasionalisme dan sentimen anti asing dalam perjuangan tersebut, sehingga pertarungan tersebut hanya menjadi pertarungan antara asing (KBC) dengan pihak PT. PLN dan PERTAMINA, kedua perjuangan melawan modal asing (KBC) tidak menjadi sebuah kepentingan nasional dan tidak diletakan pada perjuangan seluruh rakyat indonesia dalam melawan pihak asing, hal ini juga disebabkan tidak adanya sosialisasi kepada masyarakat secara meluas sehingga kasus KBC tidak menjadi persoalan seluruh masyarakat (khususnya Kalimantan Selatan), ketiga, tidak bisa dipungkiri adanya keterlibatan dan campur tangan IMF dan Word Bank dalam setiap proses tersebut, dan keempat kekalahan pemerintah indonesia juga disebabkan oleh lemahnya pihak pemerintah Indonesia didalam menghadirkan saksi-saksi ahli, sehingga tidak bisa dibuktikan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pihak KBC secara keseluruhan.

Perjuangan ini ( divestasi, red) harus mampu dimaknai oleh seluruh rakyat NTB dan rakyat indonesia sebagai sebuah tahapan untuk menuju nasionalisasi dimana rakyatlah yang akan berdaulat terhadap seluruh kekayaan alam yang dimilikinya. Dan perjuangan ini tidak serta merta disandarkan pada keputusan Arbitrase Internasional dan keputusan-keputusan pemerintah tapi haruslah menjadi sebuah perjuangan seluruh rakyat Indonesia.

Untuk itu sudah saatnya seluruh rakyat Indonesia pada umumnya dan Masyarakat NTB pada khususnya untuk mendukung dan terlibat secara aktif mendorong maju pemerintah dalam membangun bangsa yang mandiri serta berdaulat atas seluruh sumber alamnya.

Rabu, 09 Februari 2011

Tolak Upaya Menggagalkan Divestasi Saham PT. Newmont

Isu divestasi saham PT. Newmont semakin marak dan mengemuka menjadi bahan diskursus di tengah-tengah masyarakat NTB dalam beberapa waktu belakangan ini. Bahkan menciptakan konflik bagi masyarakat Nusa Tenggara Barat.
Kuatnya hasrat pemerintah daerah, di luar situasi konflik yang sedang terjadi antara pemerintah propinsi Nusa Tenggara Barat denga pemda Sumbawa Barat untuk memiliki saham 7 % yang didivestasikan oleh PT. Newmont adalah sesuatu yang positif bagi kepentingan masyarakat. Hanya saja hasrat tersebut harus dilandasi aturan-aturan yang jelas sehubungan dengan bagaimana mendapatkan saham tersebut dan bagaimana memanfaatkan hasilnya di masa yang akan datang.
Masyarakat NTB memahami bahwa pemerintah tidak memiliki cukup uang untuk membeli keseluruhan saham perusahaan asal Amerika Serikat tersebut. Sehingga dapat pula memahami rencana pemerintah untuk mengajak pihak-pihak lain yang tentunya menguntungkan buat pemerintah daerah. Di tengah resistensi Newmont yang berupaya menjegal jangan sampai sahamnya berpindah kepemilikan kepada pihak nasional, maka pemerintah juga harus berhati-hati jangan sampai terjebak pada cara-cara yang salah dan tidak populis.
Rencana divestasi saham 7 % milik PT. NNT kepada pihak nasional terancam mengalami kegagalan yang disebabkan oleh terjadinya konflik of interest antara pemrop Nusa Tenggara Barat dengan Pemda Kabupaten Sumbawa Barat. Masing-masing pihak terprovokasi untuk tetap mempertahankan cara mereka masing-masing untuk membeli saham Newmont sehingga tidak menemukan ruang komunikasi dan solusi.
Kegagalan terhadap proses divestasi tersebut akan memiliki konsekuensi sebagai berikut :
1. Pelanggaran terhadap UU No. 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing, UU No. 11 Tahun 1967 tentang pertambangan dan Kontrak karya (KK) antara PT. Newmont Nusa Tenggara (PT. NNT) dengan pemerintah RI tahun 1986.
2. Kegagalan divestasi akan berpotensi merugikan Negara Republik Indonesia (RI). Berdasarkan Kontrak Karya tahun 1986, Hingga pada akhir tahun kesepuluh kepemilikan saham nasional pada PT. NNT telah mencapai mayoritas yaitu 51 persen. Walaupun sekarang sudah memasuki tahun kesebelas. Kepemilikan saham nasional secara mayoritas sangat penting terkait dengan kegiatan operasi tambang PT. Newmont, mengingat keuntungan bersih perusahaan tersebut setiap tahun dapat mencapai angka 13 triliun rupiah. Perusahaan PT. Newmont hanya membutuhkan waktu 2 tahun untuk mengembalikan seluruh modal yang ditanamkan pada kegiatan pertambangan.
3. Kegagalan divestasi sangat berpotensi merugikan rakyat. Sejak awal Newmont enggan untuk menjalankan kewajiban melakukan divestasi khususnya bagi kepemilikian saham oleh pemerintah (Negara). Keengganan tersebut disebabkan kekuatiran adanya interpensi Negara (pemerintah/ rakyat) terkait kebijakan internal perusahaan tersebut baik terkait upah, community development dan kebijakan pengelolaan lingkungan. selama ini kebijakan pertambangan PT. Newmont cenderung merugikan rakyat.
Kegagalan proses divestasi jelas akan berpotensi merugikan pemerintah dan rakyat. Hal ini tidak boleh kita biarkan terjadi, untuk itu kami dari PERSATUAN RAKYAT NUSA TENGGARA BARAT (PR – NTB) menyerukan :
1. Pemerintah daerah harus melibatkan rakyat secara luas dalam proses pengambilan keputusan strategis semacam ini. Skema divestasi dirumuskan dengan melibatkan masyarakat dengan cara mengkomunikasikan, mediskusikan dan merumuskan melalui proses terbuka dan transparan. Proses yang terjadi selama ini tidak dilakukan secara lebih terbuka dan transparan sehingga sangat syarat terjadinya gratifikasi (suap) untuk menggagalkan divestasi. Karena divestasi yang gagal akan sangat merugikan rakyat.
2. Pemerintah daerah harus melakukan komunikasi satu dengan lainnya (baik antara pemerintah propinsi dengan pemerintah kabupaten) untuk dapat menuntaskan proses divestasi. Sehingga jangan sampai propokasi (adu domba) antara sesama pemerintah daerah untuk menggagalkan divestasi yang akan merugikan rakyat.
3. Menyerukan kepada seluruh masyarakat NTB untuk menolak upaya-upaya menggagalkan proses divestasi baik yang dilakukan oleh PT. NNT maupun pihak-pihak lain. Divetsasi saham harus diletakkan bagi upaya kepemilikan saham oleh nasional sehingga akan memiliki signifikasi ekonomi bagi pembentukan modal nasional dan kemandirian terhadap kekayaan sumber daya alam yang kita miliki