Aksi

Aksi
NTB

Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi

Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi

Minggu, 17 Oktober 2010

Kemiskinan dan Kehancuran Sektor Pertanian akibat Ketidak Mandirian Negara

Dari beberapa kebijakan yang dikeluarkan pemerintahan SBY hari ini tanpa kita sadari akan membawa bangsa ini pada titik kemiskinan abadi, produk-produk daerah yang merupakan turunan dari program SBY tentunya akan lebih memberikan efek kemiskinan yang lebih dalam lagi seperti Visit Sumbawa-Lombok, TIME, dll yang saat ini sedang gencar di beritakan Pemprov NTB dan hal itu diartikan untuk menarik investor agar berinvestasi sebesar – besarnya di NTB sehingga semakin terampaslah tanah rakyat demi kepentingan asing (Neoliberal). Padahal sebagaian besar pendapatan NTB itu lahir dari sector pertanian. Tetapi sampai hari inipun petani malah dijadikan anak tiri oleh Pemerintah.

Derajat pelaksanaan ekonomi neoliberal saat ini menunjukkan, bahwa di beberapa sektor ekonomi yang penting, modal asing telah mengambil porsi yang lebih besar dibanding modal dalam negeri, misalnya jenis tambang dan migas (± 80%), bank (± 50%), industri, jasa, dan 70% saham di pasar modal. Perusahaan asing juga menguasai sektor perkebunan, ritel, telekomunikasi, air minum, dan sektor strategis lainnya.

Ekonomi rakyat, yang sekarang ini bertumpu pada pertanian dan usaha-usaha kecil (UKM, industri rumah tangga, dan usaha informal), semakin hancur akibat invasi dari retail-retail bermodal besar, yang sudah bisa masuk ke kampung-kampung. Dan bahkan SBY telah mengatakan dirinya mampu menuntaskan kemiskinan dengan menggunakan criteria miskin versi BPS yang tidak berbobot. Dalam hal pasar ini, sebuah data menunjukkan, bahwa ekonomi nasional atau ekonomi rakyat hanya menempati 20% pangsa pasar nasional, sementara korporasi besar asing dan domestik menguasai 80%.
Belum lagi korupsi yang merusak ekonomi nasional seperti rayap yang memakan tiang-tiang bangunan. Tidak terhitung berapa jumlah anggaran negara yang dimakan koruptor tiap tahunnya, dan itu terjadi merata di seluruh departemen negara, di seluruh tingkatan (pusat hingga daerah), di seluruh pelosok nusantara. Reshuffle cabinet yang hanya akan menjadi tambal sulam politik, sekaligus untuk menata kembali koalisi pendukung pemerintah yang sempat “kacau-balau” karena persoalan Century. Dipastikan, SBY akan menjadikan “reshuffle” sebabagi alat untuk bargain politik dengan rekan-rekan koalisinya, termasuk merangkul kekuatan dari luar untuk bergabung

Kehancuran tenaga Produktif nasional sebagai akibat dari kehancuran industry nasional. Sistem pendidikan nasional yang menghambat akses rakyat miskin untuk bersekolah merupakan cermin dari pendidikan colonial yang diterapkan pada masa Politik Etis. Pada 28 September 2010, pemerintah SBY-Boediono mengeluarkan Peraturan Pemerintah no. 66/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaran Pendidikan sebagai jawaban atas Putusan MK yang mengabulkan gugatan terhadap UU BHP. Dalam PP no. 66/2010, pemerintah tetap bersikukuh membatasi kuota mahasiswa miskin di PTN hanya 20% dan status BHMN tetap dipertahankan. Arah dari sistem pendidikan nasional ini sebenarnya tidak lebih hanya untuk memenuhi pasar tenaga kerja murah bagi modal-modal internasional. Sebagai catatan, dari total 104,49 juta angkatan kerja yang ada saat ini, sekitar 55,43 juta diantaranya berpendidikan SD ke bawah dan 19,85 % berpendidikan SMP, 15,43% berpendidikan SMA, 7,19% berpendidikan diploma dan 6,90% yang berpendidikan tinggi (sarjana). Pada kuartal pertama 2010, Badan Pusat Statistik mengeluarkan data bahwa pekerja disektor informal mengalami peningkatan menjadi 68,58% dan sektor formal tinggal 33,75 %. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi pada 2009 mencatat ada 961.000 sarjana yang menganggur, yang berasal dari 2.900 perguruan tinggi dari berbagai disipilin. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 740.000. Rata-rata peningkatan pengangguran lulusan perguruan tinggi tiap tahun sebesar 216.300.
Masih banyaknya pengangguran di NTB sendiri dikarenakan masih terbatasnya lapangan pekerjaan dan beberapa faktro lainnya seperti putus sekolah, tidak mampu melanjutkan kuliah, dll. Melihat dari itu kita pernah teringat akan program pasangan BARU saat menjadi calon Gubernur NTB bahwa Sekolah dan Kesehatan gratis bagi masyarakat miskin, tapi nyatanya sampai hari ini masih saja ada pungutan bagi siswa dan meningkatnya biaya kuliah bagi mahasiswa. Padahal dalam pasal 31 UUD 1945 telah tercantum bahwa : Negara bertanggung jawab atas hak setiap warga Negara untuk mendapat pendidikan setinggi – tingginya. Apakah kita sekarang tidak mau merubah diri kita atau diam tertindas.
Disamping itu juga ketergantungan Impor pangan Indonesia membuktikan bahwa kita tidak pernah disentuh pada sektor pertanian. Komoditi gandum dan terigu tingkat importasinya bahkan mencapai 100%, bawang putih (90%), susu (70%), daging sapi (36%), bibit ayam ras (100%), kedelai (65%), gula (40%), kacang tanah (15%), jagung (10%), dan garam (70%).
Disamping itu NTB juga mengalami areal tanaman pangan yang puso mencapai 41.851 hektare. jenis padi sawah yang puso tercatat 6.424 hektare yang tersebar di delapan kabupaten/kota, kecuali Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Utara.
"Sedangkan padi ladang yang puso tercatat 17.255 hektare yang tersebar di tujuh kabupaten yakni Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, Sumbawa Barat, Dompu dan Kabupaten Bima. untuk tanaman jagung yang puso pada areal seluas 15.362 hektare, tersebar di enam kabupaten yakni Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, Sumbawa Barat, Dompu dan Kabupaten Bima.
Areal tanaman kedelai juga puso seluas 1.497 hektare yang tersebar di lima kabupaten yakni Lombok Tengah, Sumbawa, Sumbawa Barat, Dompu dan Kabupaten Bima. Untuk areal tanaman kacang tanah yang puso seluas 370 hektare tersebar di Lombok Tengah, Sumbawa dan Kabupaten Bima. Untuk tanaman kacang hijau yang puso seluas 943 hektare menyebar di Kabupaten Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa dan Kabupaten Bima,"
Total areal padi dan palawija yang mengalami puso sampai April 2010 di NTB mencapai 41.851 hektare tersebar di delapan kabupaten/kota, terbanyak di Kabupaten Sumbawa dan Bima yang mencapai 28 ribu hektare lebih.
Impor pangan meningkat lebih pesat Ekspor produk negara berkembang yang umumnya produk primer harganya terus turun. Lebih dari separo devisa (hasil ekspor total dikurangi untuk bayar hutang luar negeri) telah dipakai untuk impor pangan.
Dari fakta-fakta tersebut jelas terlihat, kebergantungan kita yang besar terhadap pangan impor bisa menimbulkan persoalan lain yang lebih berat ketika kita benar-benar tidak berupaya untuk bisa swasembada pangan Menjadi Negara Mandiri). Padahal potensi yang kita miliki sangat besar. Persoalan ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Pemerintah harus segera bertindak mengatasi persoalan ini.
Data Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura NTB menyebutkan potensi lahan pertanian di NTB seluas 1.109.599 hektare, sejauh ini baru dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian pangan seluas 497.893 hektare.
Dari beberapa kejadian yang dialami oleh pertanian NTB dan jumlah lahan pertanian yang masih kosong serta pengelolaan hasil pertanian yang tidak pernah maksimal menjadi bukti pemerintah telah salah mensejahterakan rakyat.
Maka dari itu kami mengatakan Rezim SBY dan Parlemen gagal, Usir Penjajahan Asing, turunkan Harga Kebutuhan Pokok dan Demokratisasi di Indonesia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar